Minggu, 18 Oktober 2009

Adakah Pintu bagiku

Perempuan di depanku wajahnya kuyu. Rambutnya agak acak-acakan, mungkin terkena angin dan tidak disisir lagi. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya, mungkin kurang tidur, pikirku. Sebentar-sebentar dia melepaskan kaca matanya untuk menghapus air mata. Sudah berlembar-lembar tissue dia gunakan untuk mengeringkan air matanya. Aku hanya diam. Aku selalu tidak tahu apa yang harus aku katakan atau lakukan jika sudah menghadapi hal seperti ini. Kuhisap rokokku sambil menanti perempuan ini selesai menangis. Kubiarkan dia menumpahkan kesedihannya dalam tangis.

Setelah sesaat mulailah dia bercerita. Dia memperkenalkan namanya Retno dan berasal dari Sragen. Sudah hampir dua tahun lebih dia bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di sebuah perusahaan kosmetik. Tuntutan pekerjaan membuat dia berani tampil modis. Memakai pakai yang mini dan make up tebal. Padahal sebetulnya dia tidak suka dengan semua itu. Dia pun harus berani menawarkan produknya pada siapa saja yang lewat di dekatnya. Tidak jarang dia digoda oleh kaum pria yang iseng.
Bahkan lebih parah lagi dia pernah diajak tidur. Seolah dia adalah perempuan murahan.

Semula dia menolak. Namun tuntutan untuk bisa hidup lebih layak dan keluhan dari orang tuanya yang miskin di Sragen, membuatnya terjebak. Suatu kali orang tuanya sakit keras dan membutuhkan biaya untuk perawatan di rumah sakit. Uang pensiun ayahnya yang hanya pegawai rendah di kecamatan, tidak cukup untuk membayar biaya rumah sakit. Jangankan membayar rumah sakit, untuk makan sebulan saja sudah tidak cukup. Dua kakaknya lelaki sudah menikah dan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Dengan demikian kedua kakaknya tidak bisa diharapkan lagi untuk membantu orang tuanya.

Dalam kebingungannya seorang teman secara kasak kusuk menawarinya untuk menerima saja ajakan seorang pria. Setelah mengalami konflik batin akhirnya Retno menanggapi tawaran temannya itu. Uang yang diperoleh cukup besar, bahkan melebihi gajinya sebulan. Pertama dia melakukan hal
itu, timbul kegundahan dalam hati. Selama beberapa hari dia gelisah. Akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan pekerjaan itu. Kalau dia berhenti, toh dia sudah tidak perawan lagi. Sudah tidak akan ada lagi pria yang sudi menerimanya. Dia sudah kotor dan menjijikan. Perempuan rendahan yang tidak punya susila dan moral. Perempuan yang bisa dibeli.

Selama hampir setahun Retno melakukan pekerjaan ganda. Secara materi dia jauh lebih baik dibanding saudara-saudaranya. Dia mampu mengirim uang pada orang tuanya setiap bulan. Dia bisa membeli berbagai perhiasan. Bajunya cukup bagus. Dia sudah bisa kontrak rumah, semula dia hanya kost di sebuah kamar ukuran 2X3. Tapi dia sering gelisah. Dia takut orang tuanya tahu apa sebenarnya pekerjaannya. Dia tidak tahan selalu berbohong pada orang tuanya. Dia ingin cerita apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak berani.

Suatu hari kakaknya mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan Retno di Surabaya. Ayah dan ibunya sangat terpukul. Dengan menangis Retno menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menceritakan mengapa dia melakukan semua itu. Ayahnya sangat marah mendengar penuturannya. Dia
tidak mau menerima apapun alasan yang dikatakan Retno. Baginya pekerjaan Retno sangat memalukan dan merendahkan martabat keluarga. Dia lebih baik mati dari pada sembuh dengan uang hasil dari perbuatan seperti itu. Retno terpuruk. Pengorbanannya selama ini hanya menghasilkan caci maki
dan perkataan yang sangat menyakitkan hati. Tapi dia berusaha menerima semuanya itu. Caci maki ayahnya tidak hanya berhenti pada hari itu, namun terus dilanjutkan setiap ada kesempatan. Hal ini membuat Retno tidak tahan di rumah. Dia pergi kembali ke Surabaya. Tangisan ibunya
tidak dia perhatikan lagi. Ibunya memang berusaha untuk memahami keputusan Retno, namun dia juga tidak kuasa akan kekerasan hati suaminya.

Namun di Surabaya Retno sudah memutuskan untuk melepaskan pekerjaannya. Dia ingin bekerja yang lain, meski harus mulai lagi dari nol dan gaji yang kecil. Dia tidak peduli. Keluar dari pekerjaan seperti ini ternyata tidak mudah. Beberapa pria masih berusaha menghubunginya lagi dengan segala rayuan. Teman-temannya juga tidak bisa mengubah pandangannya bahwa sekarang dia sudah ingin berhenti. Teman-temannya masih menganggap bahwa dia masih Retno yang dulu. Retno yang bisa dibawa oleh siapa saja yang punya uang. Retno murahan. Retno yang PS (pekerja seks).

Begitu sulitkah orang yang ingin bertobat? Apakah sekali orang jatuh dia akan selamanya jatuh? Begitu keluhnya. Aku diam. Banyak orang menilai seseorang dari masa lalunya. Dia mengikat orang pada masa lalunya. Sekali orang berbuat jahat, senantiasa dia akan dicurigai berbuat jahat.
Dulu temanku seorang preman juga mau bertobat, tapi tidak mudah. Dia harus berhadapan dengan teman-temannya sendiri. Dia sampai dipukuli oleh teman-temannya, sebab dia berani melarang temannya yang akan mencopet seorang ibu. Pertobatan ternyata membutuhkan keteguhan dan keberanian.
Aku pikir jika Retno tidak tabah, maka dia akan jatuh kembali pada masa lalunya. Kini dia sudah berani untuk hidup serba kekurangan, namun teman-temannya dan keluarganya tidak bisa melepaskan dia dari masa lalunya. Dia sulit untuk melepaskan predikatnya sebagai PS.
Banyak orang menyerukan agar seorang pendosa bertobat, tapi banyak orang juga sulit untuk menerima orang yang bertobat. Seolah dia menawarkan pintu tobat, namun ketika orang yang berdosa datang, segera pintu itu ditutup kembali rapat-rapat. Pandangan penuh kecurigaan,
ketidakpercayaan, pengungkitan masa lalu dan masih banyak kata dan sikap yang membuat seorang yang dicap pendosa merasa rendah dan merasa sia-sia pertobatannya. Buat apa bertobat jika semua orang masih memandangnya seperti dia yang dulu? Orang bertemu Yesus bisa bertobat, sebab Yesus
tidak mengungkit lagi masa lalunya. Maria Magdalena yang dulu dibebaskan dari 7 roh jahat, ternyata diijinkan mengikuti dan melayani Dia.
Ternyata Maria Magdalena pula yang mendapatkan penampakan pertama ketika Yesus bangkit. Aku hanya mengandaikan seandainya semua orang berani melihat orang pada saat ini. Orang berani melepaskan orang dari masa lalunya yang kelam. Orang masih berani dan memberikan kepercayaan pada orang-orang yang pernah jatuh untuk memulai suatu hidup baru. Tentu akan banyak orang yang bertobat. Aku sadar aku pun sering melihat orang dari masa lalunya. Aku sering tidak iklas dan curiga ketika orang yang dulu pernah menipuku datang lagi untuk pinjam uang. Aku selalu langsung menuduhnya bahwa uang itu pasti tidak akan dikembalikan lagi. Jangankan sampai pinjam, baru mendengar orang itu datang saja aku sudah mengadilinya bahwa dia akan menipuku lagi. Aku tidak memberikan kepercayaan padanya. Padahal aku menyerukan agar orang bertobat.

Seandainya aku jadi Retno, aku juga akan pedih. Mungkin aku tidak tahan menahan pandangan orang yang melecehkanku karena masa laluku. Dulu aku juga pernah jengkel, ketika teman-temanku semasa sekolah meragukanku menjadi seorang imam, sebab dulu aku bukan anak yang soleh dan alim. Aku
bersama teman-teman pernah mencuri ikan di tambak sampai pemiliknya merampas semua pakaian kami, sehingga kami pun harus telanjang bulat masuk kampung. Aku bersama teman-teman pernah ketangkap ketika sedang mencuri jambu air di rumah tetangga. Aku pernah dicaci maki seorang ibu
ketika bersama teman-teman menggoda anak gadisnya yang sedang berjalan bersamanya. Aku bersama teman-teman pernah diskors sebab tawuran ketika main sepak bola antar kelas. Kenakalan seperti ini saja membuat orang tidak percaya bahwa aku sekarang memilih jalan hidup seperti ini,
apalagi orang yang mempunyai masa lalu seperti Retno.
Yesus mengajarkan pengampunan sampai 70X7 kali. Namun itu tampaknya berat. Dia menunjukan bahwa sering kita mohon ampun pada Allah, namun kita tidak bisa mengampuni orang lain. Bahkan mengadili pendosa lebih kejam lagi (Mat 18:21-35). Apakah pintu tobat hanya terbuka jika kita
berhadapan dengan Allah? Atau apakah hanya Allah yang sanggup memberikan peluang bagi orang yang ingin bertobat untuk memulai hidup baru? Apakah kita tidak bisa sedikit membuka pintu tobat bagi orang berdosa? Beranikah kita menerima Zakheus seperti Yesus menerimanya?

Yesus menghendaki agar kita mencari orang berdosa dan membawanya kembali kejalan yang benar. Kesukacitaan satu orang yang bertobat seperti kesukacitaan seorang menemukan kembali dirhamnya yang hilang. Bahkan Yesus berani meninggalkan 99 dombaNya demi mencari satu yang tersesat.
Beranikah kita mencari domba yang tersesat dengan meninggalkan 99 domba yang kita miliki. Aku sering enggan untuk melakukan ini. Bagiku lebih enak bergaul dengan 99 domba itu dari pada susah payah mencari satu yang hilang. Kalau toh yang hilang itu kembali aku akan memarahinya mengapa
dia meninggalkan kelompoknya. Ini lain sekali dengan gambaran bapa yang baik hati. Dia tidak pernah menanyakan mengapa anaknya bisa berbuat jahat seperti itu. Dia tidak pernah menanyakan digunakan apa saja uang warisan yang dimintanya dulu. Hati bapa sangat suka cita begitu melihat
anaknya kembali. Betapa indahnya peristiwa ini. Bapa ini bisa melepaskan masa lalu anaknya. Dia hanya memandang penyesalan dan ketulusan anaknya untuk kembali.

Retno hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang ingin bertobat namun kerap terhalang oleh sikap, pandangan dan gunjingan kita. Aku harus belajar menerima Retno dan menghargai dirinya yang mau bertobat. Memandang Retno yang menyesal dan ingin mengubah hidup. “Ampunilah dosa
kami seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Semoga hal ini bisa kulakukan dalam masa prapaskah ini.

salam



gani
Email: yogas@indo.net.id

Sabtu, 17 Oktober 2009

Abu Dan Pertobatan

Puasa dimulai hari Rabu abu ini dengan penerimaan abu yang merupakan suatu tanda pertobatan yang bersifat komunal. Di seluruh dunia setiap orang katolik menerima abu di dahinya sebagai ungkapan kesediaan mereka untuk memulai saat pertobatan. Abu yang telah kita terima di dahi itu tak dapat disembunyikan seperti halnya saat kita menerima suntikan, di mana setelah disuntik kita bisa menutupinya dengan menurunkan kembali lengan baju. Abu diberikan di dahi dan karenanya semua orang bisa melihatnya dengan mudah. 

Di hari Rabu abu kita tidak datang menerima abu di tangan dan secara sembunyi-sembunyi kita kembali lalu mengoleskannya di dahi. Dahi yang bersih saat kita datang kini ditaburi abu untuk bias dilihat secara jelas oleh semua orang tanpa mampu bersembunyi. 

Tentu ketika kita keluar dari pintu gereja setelah menerima abu di dahi, kita mungkin akan merasa malu bahwa justru bagian diri kita yang biasanya dengan mudah dilihat orang kini dikotori. Apa lagi kalau kita berada di lingkungan yang mayoritasnya tak beriman sama seperti kita, yang tak mengenal dan tak memahami apa makna di balik kotornya dahi tersebut. Tapi justru inilah nilai rohani dari penerimaan abu, yakni bahwa kita secara terbuka dan dengan amat rendah hati berdiri di hadapan sesama dan berkata bahwa kita bukanlah manusia yang bersih. Kita adalah kaum pendosa. Kita butuh sesuatu yang melampaui kekuatan manusiawi kita, yakni kekuatan rahmat Allah untuk membebaskan kita dari keadaan kita saat ini, yakni membebaskan kita dari dosa-dosa kita. 

Satu hal menarik saat kita menerima abu. Karena abu diurapi di dahi kita, maka amatlah mustahil bahwa kita bisa melihat secara langsung betapa kotoranya dahi kita. Kita hanya bisa melihatnya lewat cermin setelah kita kembali ke rumah. Namun kita bisa dengan amat mudah melihat kotornya dahi orang lain. Di sini orang lain seakan berdiri di depan kita dan menjadi cermin tempat kita melihat diri kita masing-masing. Dalam hidup nyata kitapun dapat dengan mudah melihat kekurangan, kelemahan serta keburukan orang lain. Kita sulit melihat dengan jelas kelemahan diri sendiri. Orang lain selalu salah sementara aku selalu berada di pihak yang benar. Namun di hari Rabu abu sesamaku adalah gambaran diriku. Sesamaku adalah cermin diriku. Aku melihat diriku yang penuh kelemahan melalui orang lain yang kini berada di depanku. Tak ada yang bisa kita katakan di saat itu kecuali bersama-sama berdiri di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa kita adalah manusia lemah, manusia yang sering jatuh. Kita adalah manusia yang bersama-sama membutuhkan rahmat istimewa dari Tuhan agar bisa bangun lagi dan menjadi layak lagi disebut anak-anak pilihanNya. 

Selamat memasuki masa puasa dan lebih lagi mari kita mulai bertobat.

Tarsis Sigho - Taipei

Email: sighotarsi@yahoo.com

Kamis, 15 Oktober 2009

Mimpi Panurata: Air berubah jadi minyak!!

Di Desa "Gemah Ripah", Panurata, seorang pemuda desa yang tampan dan cerdas ini, termasuk pemuda yang tidak pantang mundur terhadap situasi hidupnya, termasuk kesulitan keluarganya untuk mendapatkan minyak tanah. Dua hari antre di pasar, barulah ia dapat minyak 5 liter,meski dengan harga yang 3 kali lipat lebih mahal. Nah karena kesulitan itulah, Panurata berangan-angan mengubah air menjadi minyak. Isterinya, Jerawati sampai geleng-geleng kepala karena sudah satu bulan, minyak tanahnya malah sering habis tidak untuk masak, tapi untuk uji coba Panurata mengubah air menjadi minyak. Dia mencoba mencampurkan air dengan minyak...tapi tetap saja tidak bisa jadi satu, selalu saja pisah.

Jerawati pun suatu saat jengkel, "Mas, sudah tahu, air tidak bisa bercampur dengan minyak, tetep saja tiap hari dicampur campur...sampai minyak habis. Apa nggak nyadar sih, minyak kan mahal!! Kita saja kurang minyak untuk masak...eh malah buat mainan!! Sadar Mas,...Sadar...!! Dengan penuh kesabaran, Panurata menatap Jerawati, "Jeng...apa kita tidak boleh bermimpi, suatu saat terjadi penemuan yang menggegerkan jagad, air berubah jadi minyak, karena bisa bercampur.! Lalu dari pencampuran itu kan akan kelihatan...manakah unsur yang bisa membuat air bisa jadi minyak! Nah..sekarang ini saya lagi berusaha mencari unsur yang bisa mempersatukan air dan minyak...kalau unsur itu ketemu..wah...kita jadi orang kaya sedunia Jeng!! Jerawati makin cemberut,sampai maju 3 cm bibirnya maju..."Yeee...nggak usah mimpi deh...lihat kenyataan mas, nggak bakal minyak bisa bercampur dengan air, apalagi kok mau mengubah air menjadi minyak!" Panurata lalu berpangku tangan, mulai mengiyakan pendapat isterinya tercinta, "Jeng, memang benar, sampai sekarang, air tidak bisa bercampur dengan minyak, tapi apa salahnya sih aku mencoba?" Jerawati pun lalu mulai kendor ketegangannya, "Okey Mas, aku ikut mendukung percobaanmu...ehmm tapi apa kamu tidak konsultasi dengan seseorang yang bisa menjadi gurumu?" Panurata tersenyum, rasanya isteri tercinta mulai mendukung usahanya, "Okey, nanti aku cari!"

Benar, Panurata mencari seorang guru. Karena itu ia mencari seorang pinisepuh di Desanya, "Gemah Ripah". Pinisepuh itu namanya Mbah Gedhek. Simbah Gedhek menasihati Panurata katanya, "Dik Panu, saya salut dengan usahamu untuk membuat mimpimu jadi kenyataan, istilah yang bagus itu, a dream will come true! Nah, cobalah berjalan dari sini ke arah selatan menuju pegunungan Harta Karun, lalu carilah sebuah gua yang menghadap pantai selatan. Kalau kamu sudah memotong bukit itu, pasti akan ketemu pantai, tidak jauh dari situ akan ada gua yang bagus. Nah di situlah guru itu tinggal! Kira kira 50 km jaraknya!" Dengan wajah ceria penuh harapan, Panurata menanggapi petunjuk guru itu. "Mbah, saya boleh bertanya apa saja kepada guru itu?" Dengan senyum penuh wibawa, Mbah Gedhek pun geleng geleng kepala. "Tidak anakku, kamu hanya boleh bertanya satu kali saja, "unsur apa yang membuat air menjadi minyak?" Panurata pun hanya bisa mengatakan, "Baiklah kalau begitu!" Panurata lalu pamit dan berjalan dengan wajah bergairah, rasanya mimpi itu seolah olah sudah tinggal selangkah lagi!

Sepulang dari rumah Mbah Gedhek, Panurata lalu cerita kepada Jerawati. "Jeng, aku sudah tanya Mbah Gedhek. Aku harus ketemu seorang guru di gua, di balik pegunungan Harta Karun, Wilayah Provinsi Artomoro, sekitar 50 km. Dan dari jalan besar ke gua itu 25 km, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki." Jerawati terpana, "Haah....tapi ya kalau memang sudah jadi niat dan tekadmu yang "keukeuh", aku hanya bisa mendukungmu dengan doa!". Panurata begitu bahagia malam itu, rasanya mimpi itu sudah mulai terpampang di depan matanya, seperti membalik telapak tangan.

Akhirnya pada sabtu pagi, sekitar pk 4 Panurata memulai perjalanan. Dia naik bis kota, dan sesampai di perbatasan Provinsi Artomoro yang berjarak 25 km dari desanya, dia lalu turun dan berjalan menuju gua di balik pegunungan Harta Karun. Dia melewati jalan sempit, perbukitan, kadang jalan setapak yang tepi kanan dan kirinya berupa jurang. Sabtu sore, menjelang jam 15, Panurata sampai di gua itu. Lalu masuklah, dan dengan suara keras dia menyapa, "Punteeeen..... Punteeeen...!!" Lalu keluarlah seorang gadis yang kelihatan dewasa, bernampilan rok panjang warna putih dan rambut panjangnya sebahu terurai. Gadis itu kelihatan cantik! Panurata lalu menyapa, "Maaf, apakah saya bisa mencari seorang guru yang mengajari saya segala ilmu?" Gadis itu menjawab, "Mas, dapat informasi dari siapa, kok jauh jauh mencari seorang guru sampai di sini?" Panurata pun dengan agak malu-malu menjawab, "dari Mbah Gedhek, Non!" Gadis itu, melipat tangan di dadanya, lalu menanggapi, "Ehmmm...begitu..iya benar..saya kenal beliau! Terus apa yang mau kamu tanyakan pada saya? Dan ingat, kamu hanya boleh bertanya satu pertanyaan, tidak boleh lebih." Panurata lalu menyahut, "Baik, saya akan ajukan satu pertanyaan!" Panurata masih kelihatan grogi, melihat gadis cantik yang katanya "guru" segala ilmu itu. Lalu Panuratapun mengajukan pertanyaan,."Non, apakah Anda sudah menikah?"

Begitulah cerita pendek itu berakhir, dan sampai sekarang, air tidak pernah berubah menjadi minyak, karena Panurata tidak tanya "unsur apa yang bisa membuat air jadi minyak", tetapi malahan bertanya, "Non, apakah Anda sudah menikah?"

Cerita itu memberikan pesan, "Begitu kuat niat dan tekad untuk mengubah segalanya, tapi ketika berhadapan dengan kenyataan sesungguhnya, kita kerap kali berubah pikiran."



Blasius Slamet Lasmunadi Pr

Versi Cetak

Selasa, 13 Oktober 2009

SUKACITA DARI TUHAN TAK TERGANTUNG SITUASI

Krisis ekonomi global membuat banyak orang takut. Banyak karyawan kena PHK, para pengusaha kecil cemas akan ancaman gulung tikar. Hidup semakin berat, bencana alam silih berganti. Namun di tengah semua itu Allah yang Mahakuasa tetap berdaulat. Kristus sungguh hidup dalam diri anak-anak-Nya. Tuhan mencukupi kebutuhan anak-anak-Nya dan memberikan sukacita dalam menjalani kehidupan yang berat ini. Sukacita dari Tuhan tidak tergantung pada situasi. Dalam kondisi apa pun ada orang-orang yang bisa menampilkan sukacita yang berasal dari Tuhan.

Saya melihat sukacita dari Tuhan pada wajah tiga wanita.
Yang pertama adalah seorang wanita tua yang duduk di kursi roda di sebuah panti jompo. Ia begitu manis dan penuh sukacita, walaupun ia harus dibantu perawat bila berjalan. Rambutnya disisir rapi, wajahnya mengenakan make up tipis. Ketika ia menyuruh saya menerka berapa umurnya, saya jawab antara 70-75 tahun. Ternyata usianya 92 tahun. Ketika saya tanyakan apakah rahasianya sehingga ia awet muda dan penuh sukacita, ia tertawa dan jarinya menunjuk ke atas. "Tidak ada rahasia. Semuanya karena Tuhan Yesus. Kalau saya sakit, saya berdoa. Kadang-kadang Tuhan Yesus sembuhkan, kadang-kadang Ia hanya beri kekuatan. Kalau makanan enak, saya bersyukur. Kalau kurang enak, saya bersyukur juga. Tidak usah masak, tetapi makanan sudah tersedia!" Saya pulang dari panti jompo tersebut dengan membawa berkat besar. Wanita tua itu begitu terbatas, jalan pun harus dibantu perawat, namun sukacita dari Tuhan sungguh nyata dan hatinya yang penuh rasa syukur menjadi berkat bagi saya dan orang-orang yang berjumpa dengannya.

Wanita kedua adalah seorang ibu sederhana, penjual nasi uduk dan tempe goreng. Wajahnya penuh sukacita dan dari mulutnya selalu tercetus puji Tuhan. Ia bercerita bahwa orang-orang heran karena dagangannya selalu habis, tak pernah tersisa. Dengan polos ia bercerita bahwa ia selalu berdoa dan bertanya kepada Tuhan harus masak berapa liter beras untuk jualan esok pagi. Faktanya bila ia masak tiga liter, maka esok harinya banyak pembeli dan dagangan habis. Bila setelah berdoa timbul pikiran besok masak dua liter saja, maka esok harinya pembeli agak sepi dan dagangannya habis juga. Dia bilang Tuhan Yesus tidak mau dia rugi. Begitu nyata pimpinan Roh Kudus baginya dan dia bilang Tuhan selalu mencukupkan kebutuhannya. Jadi ya bersukacita saja setiap hari. Wong burung saja dipelihara Tuhan, apalagi anak-anak Tuhan. Dan ia sendiri selalu melayani orang yang hanya punya uang 500 rupiah. Ia selalu memberikan seporsi nasi uduk dan berkata, "Tuhan memberkati kamu. Semoga dapat rejeki lebih baik." Sungguh dia menjadi terang dunia, dengan sukacita yang ditampilkannya dia menyaksikan bahwa Tuhan adalah Pemelihara yang luar biasa.

Wanita ketiga adalah wanita yang suaminya tidak bekerja. Namun ia tampil penuh sukacita. Ia berkata bahwa ia hidup dari kebaikan Tuhan dan Tuhan sendiri yang memberikan pekerjaan untuknya setiap hari. Ya, ia pergi mengunjungi orang sakit, membantu masak bila ada acara di gereja. Selalu ada orang yang membutuhkan bantuannya: mencuci piring bila ada yang mengadakan pesta ulang tahun, membantu menyetrika bila ada pembantu yang mudik, membantu mengurus orang sakit, membantu di salon anggota gereja ketika salon ramai, menjajakan kue dan aneka macam pekerjaan lain.

Sukacita dari Tuhan memang tidak tergantung pada situasi. Yang sakit, yang dagang kecil-kecilan, yang kurang pendidikan, yang tidak punya pekerjaan tetap, semuanya bisa mendapatkan sukacita dari Tuhan dan menyatakan kemuliaan Tuhan dengan pancaran sukacita di wajahnya.
Bisakah Anda bayangkan apa yang terjadi kalau setiap anak Tuhan seperti itu?


Widya Suwarna
Email: widyasuwarna@yahoo.co.id


catatan kecil

beberapa hari lalu sepulang aku mengikuti misa siang hari di shekinah, aku mampir ke warteg disebelah shekinah, ketika lagi asyik makan sambil membaca majalah yang baru aku beli di toko, datang seorang pria usia sekitar 40an tahun, aku sering bertemu dengannya dan sering liat dia datang tiap hari mengikuti misa dengan khusuk dan pulang juga paling terakhir. Orangnya kurus , kecil, dan di sepeda motornya ada sebuah dus jual minuman nyess. berpakaian sederhana.

Dia duduk di hadapanku, aku heran sekali ketika aku lihat dia makan hanya dengan sepiring nasi putih dan sebuah kripik tempe, aku pikir mungkin dia nunggu makanan lain, tapi setelah berapa lama dia tetap tenang makan itu saja, terus aku menyapa dia , aku bilang " loh , koq cuma makan sama kripik tempe aza koh? apa nga suka sayur yang lain? dia jawab : " oh nga aku tiap hari jumat PUASA cuma makan nasi dengan lauk ini saja . AKu kaget juga, nga nyangka dia bakal jawab begitu, padahal dalam benak ku, dia pasti lagi mau hemat nga ada duit atau nga punya uang cukup buat beli lauk yang lain, terlintas pikiran mau bayarin makan dia, aku pikir di warteg yang murah ini masak nga makan telur atau lauk lain pasti dikantong dia nga ada uang, jadi malu juga :) Aku aza kalau mau puasa selalu gagal total walau cuma pantang saja :) terbersit keinginanku ingin juga berpuasa prihatin seperti dia.

Dari penampilannya yang begitu sederhana, dan kelihatan seperti orang susah, tapi dia terus menerus nga pernah absen tuh ke mengikuti misa tengah hari di panas yang begitu terik, dia selalu hadir, dan keliatan di wajahnya dia tidak mengeluh, dia tetap tekun berdoa.
Jadi kagum , padahal diri sendiri kadang malas sekali menyapa Tuhan walau berapa menit saja berdoa , kadang sibuk sendiri, kadang sering mengeluh koq gini yah Tuhan, Kadang suka marah sama Tuhan, merajuk dan ngambek nga ke gereja kalau keinginanku nga terpenuhi, atau merasa segalanya salah dan tidak sesuai dengan keinginan ku. Lebih memilih hal duniawi yang begitu menggoda daripada memohon rahmat dan berkat dari Nya.
Kadang mikir ah..ngapain tiap hari doa yang sama , Toh...Tuhan sudah tahu semua yang aku mau, semua yang aku butuh, terserah aza deh Tuhan mau kasih apa ke aku , males mohon tiap hari, malas doa tiap hari. Tapi sekeras apapun aku kabur dan menjauh dari Tuhan, sekeras itu pula dia menegur aku melalui kata hati ku dan melalui kejadian yang membuat aku kembali bersujud berdoa memohon pengampunan dan berkat dari Nya.

Dari kejadian yang mungkin sepele ini buat aku merenung, masih ada juga orang yang begitu tekun berdoa dan berharap dari Tuhan, padahal aku yang sering sekali diberi rahmat dan berkat yang tak pernah henti masih sering mengeluh dan malas berdoa. Masih sering merasa banyak sekali susah daripada senang, yah namanya manusia memang kadang tak pernah puas, dan semakin hari aku harus semakin belajar untuk lebih mengerti bahwa Hidup yang sudah Tuhan berikan buat aku ternyata begitu Indah , dan masih banyak sekali rancangan Tuhan yang terbaik yang akan diberikan Tuhan buat aku, asal aku tak pernah letih memohon dia untuk selalu mendampingi aku dan memberkati aku.

Thanks God for blessing me always .



yemi
Email: mimiandreaz@yahoo.co.uk

Akhirnya Kutemukan Jalan Kristus

Aku lahir di Porsea, daerah Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir adalah salah satu Kabupaten dari 13 Kabupaten Sumatera Utara. Rumahku treletak di dekat PT. INALUM, pabrik yang memproduksi aluminium dan energi listrik.

Sebagaimana kebanyakan orang Indonesia dari etnis Batak Toba yang banyak beragama Kristen Protestan, akupun sejak kecil memeluk agama ini. Jadi agamaku adalah agama pembawaan sejak aku lahir. Agama yang ditentukan oleh orang tuaku. Pada waktu itu aku hanya menerima saja, sebab aku berpendapat bahwa apa yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya itu selamanya baik.

Aku menempuh SD, SMP, dan SMA di daerah kelahiranku, Porsea. Menginjak akhir SMA, orang tuaku berharap aku bisa kuliah di universitas negeri di kota Medan, kalo toh tidak bisa masuk, setidak-tidaknya mereka berharap aku bisa masuk ke Universitas HKBP Nonmensen Medan. Maklum orang tuaku punya usaha toko di kota Medan dan mereka berharap aku lah yang meneruskan pengelolaannya. Padahal keinginanku dalam hati, aku ingin merantau ke Pulau Jawa. Entah kenapa Jawa adalah impian yang selalu mengganggu diriku setiap tidur. Karena impian itulah, siang-malam aku belajar keras. Aku juga ikut bimbingan test di Lembaga Bimbingan Belajar BIMA yang terletak di Jalan P. Anggi No. 5 Porsea. Usahaku tidak sia-sia. Tahun 1994, aku berhasil diterima di Fakultas Farmasi UGM.

Melihat aku diterima masuk di sebuah universitas negeri Jawa, apalagi UGM, pandangan orang tuaku berubah. Mereka mengikhlaskanku untuk merantau ke Pulau Jawa. Orang tuaku selalu berpesan agar aku jangan sampai lalai beribadah. Jujur saja. Sebenarnya saat itu aku termasuk orang yang apatis dalam urusan agama.

Awal mula apatismeku terhadap agama dimulai saat aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri pertikaian memperebutkan kepemimpinan di tubuh gerejaku (yang anggotanya banyak terdiri dari etnis Batak). Pemerintah yang berkuasa saat itu benar-benar telah mengobrak-abrik kehidupan spiritual gerejaku. Aku juga amat kecewa dengan para petinggi gerejaku karena mau diintervensi kemerdekaan spritiualnya. Konflik yang berlarut-larut membuatku apatis terhadap gereja. Sebagai pelariannya, aku sering begadang, hura-hura, pokoknya segala hal yang bisa membuatku bebas terhadap segala kekangan. Toh, meski aku sosok yang suka hura-hura namun aku tetap tidak melupakan belajar, dan hasilnya aku masuk UGM.

Impianku untuk menimba ilmu di Yogyakarta akhirnya benar-benar jadi kenyataan. Yogyakarta bukan kota sembarangan bagiku.Yogyakarta telah membuat perubahan yang revolusioner dalam diriku.

Dalam perjalanan hidup di Yogyakarta inilah arah kehidupanku berubah. Di Yogyakarta, aku kost di kampung Sagan. Tempat kostku dekat sekali dengan Rumah Sakit Panti Rapih, sebuah rumah sakit Katolik di Yogyakarta. Bukan suatu kebetulan pula bila teman-teman kost sebagian besar juga beragama Katolik. Padahal sejak dulu, aku termasuk membenci agama Katolik. Aku merasa agama ini cenderung fatalis dan menyimpang dari Jalan Kristus. Toh, meskipun aku benci Katolik, aku juga jadi tahu banyak tentang aktivitas teman-teman Katolik. Pergaulanku yang intens dengan teman-teman Katolik juga banyak menambah wawasanku. Aku jadi tahu bagaimana visi spiritualitas mereka. Aku tahu banyak aktivitas teman-teman Katolikku. Aku jadi tahu kalo mereka sering ngumpul di rumahnya Bu Tinah. Bu Tinah, janda yang suaminya mantan Koramil di Wirobrajan Aku amat membenci rumah Bu Tinah. Tak heran, meski rute ke kampus lebih dekat lewat rumah Bu Tinah, aku selalu cari jalan lain. Arah hidup diriku berubah pada tahun 1998. Saat itu Indonesia dilanda krisis politik. Banyak kerusuhan terjadi dimana-mana. Demonstrasi mahasiswa silih berganti terjadi dimana-mana. Aku termasuk salah satu orang dari ribuan mahasiswa Indonesia yang menginginkan turunnya Soeharto. Bukan hal yang aneh, kalo saat itu semua mahasiswa UGM turun ke jalan untuk berdemonstrasi menentang rezim Soeharto. Beda dengan masa sekarang, dimana banyak mahasiswa berdemo tanpa tujuan yang jelas. Mungkin mahasiswa sekarang ingin mengalami romantisme pergerakan mahasiswa kakak-kakaknya pada tahun 1998.

Dalam menghadapi situasi yang serba kacau saat itu, pikiranku juga tidak terkonsentrasi pada kuliah. Bayangkan! Saat itu aku udah masuk ke laboratorium untuk penelitian skripsiku. Desakan teman-teman aktivis agar aku sejenak melupakan kuliah, mau tak mau harus kuterima. Akhirnya aku solider juga. Hari demi hari kulalui dengan demonstrasi. Aku ingin cerita terjadinya kejadian aneh yang membuat arah hidupku berubah. Perubahan drastis benar-benar terjadi pada saat terjadi demontrasi berdarah tanggal 11 Mei 1998, Kira-kira sepuluh hari sebelum jatuhnya Soeharto. Saat itu aku ikut berdemo bareng dengan ribuan massa lain di Bunderan UGM. Kebetulan aku dan teman-temanku dari Fakultas Farmasi yang jumlahnya 100-an orang mengambil posisi di seberang jalan dekat Rumah Sakit Panti Rapih. Tidak seperti biasanya, aku tidak tidak terlalu fokus pada orasi demonstrasi kali ini. Enath kenapa, pandanganku justru banyak tertuju pada kekuatan aparat keamanan. Kulihat banyak banyaknya keanehan. Tidak seperti biasanya, kali ini kekuatan aparat keamanaan berlipat ganda.

Aku juga melihat adanya ratusan tentara berbaret coklat di belakang markas Resimen Mahasiswa UGM. “Mereka pasti bukan pasukan biasa? “pikirku saat itu. Seingatku dulu saat di Porsea, aku pernah melihat sekompi pasukan baret coklat yang sedang latihan untuk persiapan berangkat ke Aceh. Kayaknya itu pasukan Kostrad! Wah, baru pertama kali kulihat kesatuan pasukan tempur harus ikut mengamankan demonstrasi. Mulai muncul kekhawatiranku. Dengan penuh kehati-hatian aku menuju markas Menwa. Kebetulan aku punya teman Batak disana. Johnson Sirait namanya. Sudah bukan rahasia lagi, banyak anggota Menwa yang menjadi aktivis pro reformasi. Johnson juga aktivis Menwa pro reformasi.

Aku lega kulihat Johnson ada disana. Dari informasi Johnson itulah, aku baru tahu bahwa akan ada pembersihan besar-besaran terhadap gerakan mahasiswa pro reformasi. Pasukan yang kulihat tadi memang pasukan Armed-Kostrad yang didatangkan dari Magelang untuk menghabisi aksi demo sore ini. Soeharto sudah gerah dengan aksi mahasiswa di Yogyakarta. Wah, benar-benar gawat nich! Hatiku semakin merasakan ketidaktenangan saat itu. Aku segera kembali ke posisiku. Ternyata firasatku benar! Belum ada beberapa menit, aku kembali ke posisiku, aksi demo sudah berubah menjadi kacau. Aku amat kaget, aparat menyerbu masuk ke arah mahasiswa. Desingan peluru karet dan semburan gas air mata terjadi dimana-mana. Kulihat ratusan mahasiswa roboh. Jeritan dan teriakan kesakitan bercampur menjadi satu.

Aku segera sadar untuk ambil langkah seribu. Dalam hati aku agak heran kok tidak biasanya aparat membubarkan demonstrasi sebelum waktunya. Aku bersama ratusan temanku lari ke arah Kampung Sagan. Kekuatan mahasiswa kocar-kacir. Ternyata aparat berlarian mengejar kearah kami. Aku masuk ke gang-gang di kampung Sagan. Tapi apes, dimana-mana rumah penduduk sudah ditutup pintunya. Aduh, aku benar-benar stress! Mau kembali ke kost jelas nggak mungkin. Banyak aparat tidak berseragam alias intel menyebar di kampung Sagan. Banyak sekali mahasiswa yang tertangkap. Erangan kesakitan akibat pukulan dan tendangan amat jelas terdengar di telingaku. Aduh, aku benar-benar takut! Kecepatan lariku segera kutambah. Aku benar-benar bingung untuk mencari persembunyian. Semua pintu rumah benar-benar tertutup rapat. Penduduk kampung tidak mau terkena resiko dengan menerima para demontran sembunyi.

Kesana kemari aku tidak bisa menemukan rumah yang bisa kujadikan tempat bersembunyi. Tiba-tiba saat berlari di gang selatan kampung, aku melihat ada pintu rumah yang masih terbuka. Tanpa pikir panjang, aku kemudian, masuk ke rumah itu. Oh, ternyata, udah banyak teman mahasiswa sembunyi di sana. Dan betapa terkejutnya aku saat lihat ada Bu Tinah di sana. Oh, aku baru ingat kalo rumah tersebut rumahnya Bu Tinah! Bu Tinah segera mengunci pintu dan mengajak semua mahasiswa berdoa agar selamat dari penyisiran aparat. Persembunyian berlangsung sampai malam hari jam 21.00 saat aparat sudah pergi dari kampung.

Setelah keluar, betapa kagetnya aku ketika dengar kabar bahwa semua mahasiswa yang sembunyi di Sagan berhasil ditangkap aparat dan dibawa ke Mapolda. Semua rumah diobrak-abrik aparat. Kulihat kaca-kaca jendela pecah dimana-mana. Aku juga dapat berita dari Pak RW, kalo satu ada rumah yang selamat dari penyisiran aparat, yaitu rumah Bu Tinah! Sebuah kenyataan yang sulit diterima akal sehat, karena letak rumah Bu Tinah amat strategis, di tengah-tengah kampung. Bagaimana mungkin rumah Bu Tinah bisa lolos dari penggeledahan aparat. Pasti ada mukjizat yang melindungi rumah Bu Tinah! Semua rumah tetangganya disisir aparat tanpa tersisa satupun.

Puji Tuhan! Barulah aku sadar bahwa ada sesuatu yang memberkati rumah Bu Tinah. Tuhan pasti telah memberkati rumah itu sehingga aku terselamatkan. Rumah Bu Tinah telah memberikan hikmah terbesar dalam hidupku. Beberapa minggu setelah tragedi 11 Mei, aku memutuskan untuk masuk Katolik. Aku ingin selalu berada di rumah Bu Tinah yang diberkati itu. Rumah Bu Tinah sekarang sudah jadi RUMAH YANG DIBERKATI.

Akhirnya pikiranku yang amat apatis terhadap agama mulai berubah dengan masuknya diriku ke Katolik. Aku mulai menemukan Keselamatan Jiwaku dan Kedamaian Hidup sejati yang kucari-cari selama ini. Makin jelas bagiku akan Jalan Kritus yang akan menyelamatku.

(Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Dia mengabulkan doa kita,jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. 1 Yohanes 5:14.)

Salam buat Ibu Maria Magdalena Sutinah
dan teman-teman Mahasiswa Farmasi 94 UGM!


Reinhard J. Manurung
Email: reinhard_yogya@yahoo.com

"Sepatu" Panurata

Menjelang Natal, awal Desember ini, Panurata memesan sepatu khusus untuk Malam Natal karena kebetulan diminta menjadi Prodiakon. Panurata ditemani Jerawati, isterinya datang ke pembuat sepatu, Trimbil, namanya. "Wah...Mas Panu njanur gunung...mau mampir di warung sepatuku ini, Mangga mangga...!!" Trimbil menyapa begitu hangat, Mas Panu, teman sekolahnya dulu di SMP Majukena, di Sukasuka. "Ada yang bisa saya bantu, Mas? Wah..ini isterimu? Uedaaaan....ayu tenan!!" sapa Trimbil yang "SKSD" banget. Dengan tersipu sipu, Panurata pun menyahut, "Iya Mbil, menurutku mah biasa aja kok isteriku...nama boleh Jerawati, tapi...tidak jerawatan gitu...he he he he".. Jerawati langsung cubit pinggang Panurata, "Yeee....enak aja....sudah sana pesan sepatu cepetan, tuh sudah mendung..." Trimbil lalu menyahut, "Mau pesan sepatu untuk natalan ya? Ada pilihan Mas..mau ujung kaki yang bentuknya bulat atau persegi, atau lancip?" Panurata melihat-lihat contoh sepatu yang ditawarkan Trimbil. "Ehmm...semua kok bagus ya....tapi dompet lagi kena kanker nih..." Trimbil lalu komentar, "Lho...dompet kok kena kanker...??" Panurata menyahut, " Ya iyaalaah...maksudku...kant ong dompet ini sudah kering...kantong kering...kanker gitu singkatannya...gitu kok repot...!! Tapi ngomong ngomong...saya pikirkan dulu 2 hari lagi, besok Selasa saya kemari lagi ya...! Susah nih ngatur uangnya!!" Trimbil pun hanya tersenyum kecut.."Wah bisa bisa nggak jadi pesan neh!" gumam Trimbil dalam hati.

Selasa kemudian, Panurata datang lagi, kali ini dia sendirian, "Mas Trimbil, aku bingung gitu...padahal sudah mau mulai Natal..semua baik Mas... Gimana baiknya lah...saya manut!" Trimbil pun langsung menjawab, " Okey kalau begitu, akan saya buatkan sepatu menurut seleramu!" Sahut Panurata, "Pasti saya bayar, tapi ya kalau kemahalan...nanti tidak jadi bayar!" Trimbil pun menyanggupi, "Baik, nanti silakan ambil ya...23 Des, pasti sudah jadi!"

Benar, Panurata datang ke warung sepatu Trimbil. Trimbil menunjukkan sepatu pesanan Panurata, " Ini sepatu sebelah kiri yang berujung bulat, dan sepatu yang kanan, berujung persegi! Bagus kan? Gaul gitu lhoooh!!" Panurata lalu melotot, "Haaaah...apa aku nggak salah lihat? Ini...aku yang pesen, apa kamu buat sendiri, Mbil?" Suara Panurata meninggi, "Kok jadinya begini? Kan kamu tahu seleraku?" Timbil pun tidak kalah akal, "Sabar Panurata, kemarin waktu ke sini hari Selasa, apa Mas Panu memberitahuku apa jenis pesenannya, ujung lancip, bulat atau persegi? Dan Mas Panu bilang terserah aku, yang penting aku selera! Nah...kalau terserah aku, ya jangan salahkan aku kalau ternyata seleraku beda dengan seleramu!!" Panurata kesal banget! Namun dia hanya bisa diam dan membatin, "Iya benar ya....mana tahu, Trimbil selaraku, padahal aku tidak memberitahu sama sekali....!! Ya sudahlah aku bayar saja..!! Lalu Panurata menemui Trimbil, "Mas Trimbil. aku bayar saja, meski aku nggak selera! Aku yang salah, tidak memberitahumu!! Aku juga tidak ambil keputusan apapun mau pesan sepatu lancip, persegi atau bulat, tapi aku serahkan padamu! Kuakui, aku keliru, tidak konsisten!! Trimbil lalu mengulurkan tangannya, "Mas Panu, terima kasih, mau mengakui kesalahanmu! Sebagai hadiah Natal, saya buatkan lagi saja, yang sama sama bentuk ujungnya ya! Mas Panu tidak usah bayar lagi! Sekarang mau pilih yang ujung sepatunya berbentuk apa?" Panu pun tersipu malu, "Mas, terima kasih banyak ya...kalau begitu saya suka sepatu berujung persegi saja...hitam ya Mas...wah kejutan untuk Natal nanti!"

Panurata lalu pulang...dan menunjukkan kepada isterinya Jerawati, sepatu yang baru saja dipesan lagi..tapi gratis! Jerawati tersenyum saja, seolah menyimpan segala perasaan dalam hatinya karena geli dengan tingkah laku suaminya yang "kocak"!

warm regards
Blasius Slamet Lasmunadi Pr